Jawapos, 7 Desember 2005
SMA Negeri 3 Bangkalan gempar. Gara-garanya, 100 lebih siswi kesurupan masal ketika pelajaran baru dimulai kemarin. Mereka berteriak-teriak histeris dan meronta-ronta.
Para Sekolah kelabakan. Sebab, makin siang siswi yang kesurupan makin banyak. Demikian banyaknya siswa yang berteriak-teriak histeris dan meronta-ronta, sesama siswa terpaksa ikut turun tangan menangani korban.
Beberapa guru juga mendatangkan “orang pintar” membantu memulihkan korban. Bahkan, karena khawatir korban makin banyak, sekolah akhimya memulangkan siswa lain.
Peristiwa berawal saat jam pelajaran pertama dimulai puku 07.00. Siswa dipandu membaca ayat suci Aiquran. Tiba-tiba, terdengar teriakan histeris da beberapa kelas. Beberapa siswi juga tampak meronta-ronta.
Suasana langsung geger. Apa lagi jumlah siswi yang kesurupan terus bertambah. “Kebetulan saya yang memimpin pembacaan ayat suci Alquran. Ketika membaca Surat Yasin, yang kesurupan makin banyak. Semua siswi. Saya terpaksa menghentikan pembacaan surat Yasin di pertengahan,” kata Dra Rohidah, guru agama SMAN 3 Bangkalan, saat dikonfirmasi kemarin.
Perkiraan Rohidah, siswi yang kesurupan 100 lebih. Sebab, korban ditemukan di ke-23 ruang kelas yang ada. (tra/jpnn)
================
by betsyII » Fri Dec 09, 2005 1:22 pm
Dear rekan2 muslim,
Melihat fenomena ini, saya cukup tertarik, karena memang minat saya pada bidang psikologi. Walaupun sekedar utk mengisi waktu luang. Ditambah dengan sedikit bekal dari pengalaman dan teori Buddhism, maka ijinkan saya memberi tanggapan dan analisa menurut pemahaman saya , yang tentu saja bukan merupakan suatu kata final.
Pertama,
Kalau menurut saya, benar seperti yang dikatakan oleh kamen dan bakarayo bahwa pola pikir masyarakat Indonesia masih dalam tataran ungu dalam kategori teori Spiral Dynamics (TM) (magickal thinking, adanya kekuatan2 luar diri yg mempengaruhi, struktur kemasyarakatan berdasarkan ikatan keluarga dan tokoh paternalistik, dsb).
Pola pikir demikian merupakan level meme-nya yang menyebabkan proses keberadaannya menjadi sangat suggestive in nature.
Dari pengalaman saya menghipnotherapy orang, ternyata ada indikator2 tertentu dalam struktur demografi spt status sosial, ekonomi dan belief yang menyebabkan orang itu menjadi sangat sugestive.
Kesugestivan itu menjadi semakin kuat apabila ditambah dengan simbol-simbol agama dan nuansa2 kerohanian. Seringkali hal ini digunakan oleh orang2 tertentu utk memanipulasi.
Mengenai adanya roh2 yg masuk, hal itu perlu ditinjau secara batin. Dan memang saya merasakan bahwa ada faktor2 tersebut, tetapi penyebaran menjadi banyak orang tersebut adalah lebih karena faktor psikologis, yang orang sering menggebyah uyah menjadi 'mahluk halus'.
Sebagai catatan: saya pernah eksperimen menghipnotis seorang beragama X untuk bertemu dengan junjungannya. Ia sempat menangis nangis dan menyembah2 pada kursi kosong (dia melihat bahwa si X duduk di kursi itu). Jelas bahwa hal itu adalah manipulasi pikiran belaka.
Akan tetapi, menurut Buddhism memang dikatakan bahwa dalam kasus2 tertentu memang bisa jadi mahluk dari alam lain yang berperan serta. Tapi konklusinya sama dengan teori psikologi, yaitu mereka hanya dapat berperan hanya apabila kesadaran kita lemah, dan tendensi sugestible yg tinggi.
Perlu diteliti lebih lanjut dalam kasus itu, apakah memang sebelumnya para siswa itu telah dikondisikan bahwa surat Al Yassin itu berkaitan dengan roh2 halus? Kita perlu juga mempelajari persepsi mereka tentang: si guru -- apakah mereka memandang si guru adalah orang yg 'sakti'. Kemudian persepsi mereka tentang 'kebersihan' dari tempat sekolah itu. Apakah memang sebelumnya sudah sering terjadi kasus2 kesurupan2 kecil dan 'penampakan'2. Faktor rumor, ketakutan2 dan gosip2 seperti itu sangat berpengaruh dalam mengkondisi batin seseorang untuk bertindak dalam pola tertentu.
Melihat bahwa berita2 seperti ini banyak disebarkan melalui media massa, maka sebetulnya sudah 'mendidik' masyarakat utk menerima fenomena seperti itu.
Stress, tekanan ekonomi, emotional bondage antar murid, hubungan guru-murid yg buruk dsb kondisi yg menekan mungkin merupakan reason d'etre bagi para siswi itu untuk menjadikan 'kesurupan massal versi media' itu menjadi suatu sarana pelepasan atau protes terselubung thd kondisi yg menghimpitnya.
Meningkatkan level meme itu memang bukan pekerjaan yang mudah atau pun pekerjaan yg dapat dilakukan dalam waktu 1-2 hari. Kondisi patologis maupun lingkunganlah yang membentuk, memodifikasi dan merangsang perubahan2 level meme tersebut.
Yang jelas, fenomena semacam ini harus ditanggapi oleh para pemuka agama dengan memberikan suatu edukational kepada para umatnya, dan bukannya justru kemudian membuat suatu cerita2 khayal yang menakut-nakuti yg spt biasanya digunakan dalam perang dingin agama.
Saya kasih contoh ya, misal : (tadi kepikiran untuk sekedar guyonan kpd kristen) : kesurupan itu karena meningkatnya penginjilan dan pemurtadan Kristen yang sebetulnya menggunakan roh2 gentayangan sbg 'roh kudus'. Mereka sengaja mencobai dan menumbuhkan keraguan di hati muslim.
Bila saya berkomentar demikian di atas kepada siswi2 itu, tentu mereka bisa jadi akan percaya begitu saja, dan dengan demikian maka secara tidak langsung saya sudah memprogram pikiran mereka untuk terus hidup bahkan menguatkan level meme ungu tersebut. Kalau sudah demikian maka tinggal menunggu saat yang tepat untuk menangkap 'mangsa' tersebut guna dicuci otaknya.
Perang psikologis demikian banyak terjadi dan digunakan di Indonesia ini. Saya sangat sedih sekali, karena bukan pendidikan ke arah rasionalitas dan kedewasaan yg diberikan, tetapi justru ke arah2 negative yang melemahkan batin kita sendiri.
No comments:
Post a Comment